ART IS MY LIFE

Selamat Datang di blog Fifi Neko Kawaii ^^

GLOBALISASI PEMBANGUNAN MIGRASI DAN KONFLIK

No comments


GLOBALISASI PEMBANGUNAN MIGRASI DAN KONFLIK


Image result for migrasi dan konflik negara

2.1    Pembangunan
Definisi pembangunan sosial menurut Midgley (2005:37), adalah suatu proses perubahan sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk secara menyeluruh, dengan menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis. Mengapa direncanakan? Hal ini karena diinginkan adanya perubahan manusia dan kesejahteraan. Pembangunan sosial menurut Midgley (2005:34) adalah pendekatan pembangunan yang secara eksplisit berusaha mengintegrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan dari proses pembangunan yang dinamis, membentuk dua sisi dari satu mata uang yang sama. Pembangunan sosial tidak akan terjadi tanpa adanya pembangunan ekonomi, begitu pula sebaliknya pembangunan ekonomi tidaklah berarti tanpa diiringi dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi, ekonomika pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relatif baru memusatkan perhatian pada taktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi (Arndt, 1996: 6).
Pembangunan Politik dalam konotasi geografis, berarti terjadi proses perubahan politik pada negara-negara berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Fenomena ini mengakibatkan timbulnya instabilisasi poltik yang memengaruhi kapasitas sistem politik. Pembangunan Politik dalam arti derivatif, dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya. Pembangunan Politik dalam arti teleologis, dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, stabilitas nasional.Pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik. Pembangunan politik meliputi serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan program.
Teori postkolonial merupakan teori baru yang berkembang sebagai upaya kritik atas kesewenang-wenangan yang terjadi setelah penjajahan (kolonialisme). Konsep Bhaba mengenai postkolonialisme bahwa penjajah itu split seperti Max Havelar yang melahirkan politik etis di Indonesia. Baik dari konsep Said maupun Bhaba, konsep dari poskolonial bermuara pada lost identity atau kehilangan jati dirinya, baik dalam orientalisme, mimikri, maupun hibriditi. Homi K. Bhaba (dalam Faruk, 2007:6) membuktikan bahwa sebagai tanda, wacana kolonial selalu bersifat ambigu, polisemik. Karena itu, konstruksi kolonial mengenai dirinya maupun mengenai Timur dapat memperoleh pemaknaan bermacam-macam dan bahkan bertentangan. Peniruan yang dilakukan oleh masyarakat terjajah terhadap model-model kehidupan yang ditawarkan oleh wacana kolonial, identifikasi masyarakat terjajah terhadap penjajahnya. Pada level pemaknaan, tindakan masyarakat terjajah untuk meniru (to mimic) itu dapat pula menjadi suatu ejekan (mockery) terhadap penajajah karena mereka tidak melakukan peniruan sepenuhnya setia pada model yang ditawarkan penjajah. Faruk (2007:6) menyatakan bahwa tindakan masyarakat terjajah dalam melakukan peniruan ada kemungkinan mengejek penjajah karena mereka tidak melakukan peniruan dengan sepenuhnya setia pada model yang ditawarkan penjajah. Peniruan yang dilakukan pribumi atas penjajah Belanda bukan melalui bahasa, melainkan lebih banyak melalui gaya hidup yang menurut Adam (Faruk, l998: 3) sebagai manifestasi dari hasrat masyarakat terjajah untuk menyesuaikan diri dengan kehendak zaman, mencapai kemajuan, dan menempatkan diri sama dengan bangsa penjajah. Menurut Macaulay (Bhabha, l994: 87), titik persinggungan antara mempelajari Eropa dan kultur kolonial adalah kelas interpreter, yakni sebuah kelas dimana pada tubuh orang-orangnya mengalir darah India, dan warna kulitnya menunjukkan orang India, tetapi cita rasa, pandangan, moral, dan intektualnya adalah Inggris.
Lepas dari postkolonialisme, disadari atau tidak, negara berkembang dan negara dunia ketiga “tidak pernah bisa” mengejar ketertinggalannya dengan Barat. Negara berkembang dan negara dunia ketiga terkondisikan untuk selalu berada dibawah bayang-bayang negara maju. Alasannya bisa karena negara berkembang atau negara dunia ketiga memproduksi bahan pangan dan bahan mentah yang diperlukan oleh negara maju dalam perindustrian mereka. Hal ini akan menyebabkan ketergantungan negara berkembang akan hasil-hasil industri yang dihasilkan oleh negara-negara maju, dan pada akhirnya akan berpengaruh merosotnya nilai tukar perdagangan (terms of trade). Negara maju tetap mempertahankan agar negara berkembang tetap bergantung kepada mereka, hal yang dilakukan dengan:
a.         Memberikan bantuan modal kepada negara berkembang, batuan modal tersebut diberikan terus-menerus agar memperlihatkan kepedulian negara maju kepada negara berkembang. Dampak diberikan bantuan ini tentunya akan mempermudah negara maju mengendalikan negara berkembang.
b.         Adanya doktrin yang ditanamkan negara maju kepada negara berkembang, mengenai pembangunan. Sehingga pembangunan fisik dilakukan negara berkembang untuk dapat mensejajarkan diri dengan negara maju. Namun pembangunan fisik ini tidak dibarengi dengan pembangunan Sumber Daya Manusia, sehingga pembangunan fisik yang dilakukan tidak mampu diberdayakan dengan baik.
Negara maju juga selalu menekan negara berkembang, tanpa disadari oleh negara berkembang. Terlihat dari perekruitan yang mereka lakukan terhadap masyarakat yang berprestasi di negara berkembang, untuk dibiayai dan dipekerjakan. Hal ini dilakukan agar negara berkembang tidak dapar menyaingi negara maju. Kondisi ini bisa berubah, asalkan negara berkembang mampu melepaskan ketergantuangan dari negara maju dan akan tercapai pembangunan yang dinamis dan otonom. Namun untuk pencapaian ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena untuk melepaskan diri dari ketergantungan negara maju sangat sulit, mengingat negara berkembang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan produk industri yang dihasilkan negara maju karena tidak mempu memproduksi sendiri. Atau mungkin dengan cara lain yaitu melakukan isolasi atau proteksi diri dari negara lain, agar mampu melakukan perubahan ekonomi dan pembangunan. Seperti yang dilakukan oleh Jepang dan hal itu terbukti berhasil untuk Jepang. Namun Jepang tidak mudah menjalani itu semua, karena mendapat tekanan dari negara maju. Karena ketakutan negara maju akan tersaingi oleh negara berkembang.
Keterbelakangan dunia ketiga adalah ditandai oleh sejumlah ciri-ciri umum, dan sangat tergantung ekonomi terdistorsi dikhususkan untuk memproduksi produk-produk utama untuk negara maju dan untuk menyediakan pasar untuk barang jadi mereka; tradisional, struktur sosial pedesaan; pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan luas kemiskinan. Namun demikian, dunia ketiga adalah tajam dibedakan, untuk itu termasuk negara pada berbagai tingkat pembangunan ekonomi. Dan meskipun kemiskinan pedesaan dan kumuh perkotaan, elit yang berkuasa dari sebagian besar negara dunia ketiga yang kaya. Kombinasi kondisi di Asia, Afrika, Oceania dan Amerika Latin terkait dengan penyerapan dunia ketiga ke dalam ekonomi kapitalis internasional, dengan cara penaklukan atau dominasi tidak langsung. Konsekuensi ekonomi utama dominasi Barat penciptaan, untuk pertama kalinya dalam sejarah, dari pasar dunia. Dengan setting di seluruh dunia ketiga sub-ekonomi terkait dengan Barat, dan dengan memperkenalkan institusi modern lainnya, kapitalisme industri terganggu ekonomi tradisional dan, memang, masyarakat. gangguan ini menyebabkan keterbelakangan. Karena ekonomi negara-negara terbelakang telah disesuaikan dengan kebutuhan negara-negara industri, mereka sering terdiri dari hanya beberapa kegiatan ekonomi modern, seperti pertambangan atau budidaya tanaman perkebunan. Kontrol atas kegiatan ini sering tetap di tangan perusahaan asing yang besar. Harga produk dunia ketiga biasanya ditentukan oleh pembeli besar di negara-negara ekonomi dominan dari Barat, dan perdagangan dengan Barat menyediakan hampir seluruh dunia ketiga pendapatan.
Selama masa kolonial, eksploitasi langsung sangat terbatas akumulasi modal dalam didominasi negara asing. Bahkan setelah dekolonisasi (di tahun 1950, 1960, dan 1970-an, ekonomi dunia ketiga berkembang dengan lambat, atau tidak sama sekali, karena sebagian besar kerusakan dari "istilah perdagangan"-hubungan antara biaya barang bangsa harus mengimpor dari luar negeri dan pendapatan dari ekspor mengirimkan ke negara-negara asing. Syarat perdagangan mengatakan memburuk ketika biaya impor meningkat lebih cepat dari pada pendapatan dari ekspor. Sejak pembeli di negara-negara industri menentukan harga produk yang paling terlibat dalam internasional perdagangan, posisi memburuknya dunia ketiga tidak mengherankan. Hanya minyak negara (setelah 1973) berhasil melarikan diri pengaruh Barat, dominasi ekonomi dunia.

2.2    Migrasi dan Konflik
Dampak perkembangan teknologi utamanya dibidang komunikasi dan transportasi telah membuat dunia menjadi tanpa sekat. Individu dapat berkomunikasi dan berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain tanpa banyak terhalang oleh ruang dan waktu. Dengan kata lain, Globalisasi dengan berbagai eksesnya telah mendorong sebagian orang/kelompok untuk berpindah/bermigrasi dari satu tempat ketempat yang lain. Ada banyak orang dari negara dunia ketiga_negara berkembang bermigrasi ke negara maju. Melalui berbagai cara (Legal maupun Ilegal). Teori Human Capital dan model Harris Todaro lebih memfokuskan perhatiannya pada hubugan ekonomi dan migrasi. Menurut teori Human Capital bahwa seseorang akan melakukan migrasi apabila pendapatan yang diperoleh ditempat tujuan lebih besar daripada pendapatan di daerah asal yang ditambah dengan biaya langsung migrasi (Simanjuntak, 1985). Todaro (1983) megatakan bahwa keputusan untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa pendatan yang diterima seandainya melakukan migrasi, tetapi juga memperhitungan berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan, ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja yang terdapat di suatu tempat. Selain perbedaan pendapatan dan besarnya peluang memperoleh pekerjaan yang memotifasi seseorang untuk melakukan migrasi, juga ditentukan oleh jarak. Jarak sering menghambat perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, karena jarak akan mengambarkan besarnya biaya perjalanan, baik biaya langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan sehubungan dengan migrasi.
Sebagai tenaga kerja, migran mempunyai potensi / mutu tertentu untuk dapat meghasilkan barang dan jasa sebagai output produksi. Selain faktor -faktor yang telah disebutkan di atas menurut Lewis (1954) dalam Todaro (1983), terjadinya perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan lapangan kerja berkaitan erat dengan perluasan industri, karena sektor ini alan mempengaruhi penawaran dan permintaan faktor-faktor produksi, khususnya tenaga kerja. int dari faktor-faktor yang mendorong seseorang bermigrasi ke negara maju adalah berharap mendapat kehidupan yang layak, berkecukupan, dan dapat diakui/setara dengan warga negara maju. seseorang yang ingin tinggal, menetap dan menjadi warga negara asing adalah ketentuannya sebagai berikut:
1.      Anak hasil perkawinan sah dari ayah dan ibunya WNI
2.      Anak hasil perkawinan sah dari ayah WNI dan Ibu WNA
3.      Anak hasil perkawinan sah dari ibu WNI dan ayah WNA
4.      Anak hasil perkawinan sah dari ibu WNI dan ayah tidak jelas  kewarganegaraan
nya (stateless)
5.      Anak hasil perkawinan tidak sah, ibu WNI dan ayah tidak jelas
6.      Anak hasil perkawinan tidak sah, ibu WNA kemudian ada lelaki WNI  mengakui bahwa anak tersebut adalah anaknya, dengan catatan anak tersebut belum berusia 18 tahun.
7.      Anak hasil perkawinan tidak sah, lahir di lingkungan Negara Indonesia, tetapi
ibunya tidak jelas keberadaannya.
8.      Anak hasil perkawinan tidak sah, dengan ayah ibu tidak jelas status kewarganegaraannya (stateless)
9.      Anak yang lahir dari ayah WNI ibu WNI tetapi anak tesebut lahir di negara yang menganut ius soli. Dimana setiap anak yang lahir di negara itu maka otomatis akan menjadi warga di negara yang bersangkutan. Kewarganegaraaan ditentukan di mana dia dilahirkan. Perubahan paradigma terjadi disini, karena kita menganut kewarganegaraan ganda terbatas (double limited citizenship).
10.  Anak yang lahir diluar perkawinan sah ibunya WNA ayah WNA tetapi mau menjadi WNI. Namun semua proses administrasi diragukan, tinggal satu tahap, belum disumpah. Orang tuanya meninggal, maka anak tersebut menjadi WNI.
11.  Anak yang lahir diluar perkawinan sah, kemudian sebelum 5 tahun diangkat oleh WNA melalui keputusan pengadilan bahwa anak tersebut diadopsi, maka anak tersebut tetap menjadi WNI sebelum berusia 5 tahun.
12.  WNA yang berjasa membawa keharuman nama bangsa dan Negara bisa menjadi WNI tanpa melalui proses naturalisasi. Misalnya Hendrawan, Lim Swee King, Ivana Lie dan lain-lain. Naturalisasi artnya tinggal di Indonesia 13 tahun berturut- turut atau 10 tahun tidak beturut-turut.
13.  WNI yang bertempat tinggal di luar negari dan selama 5 tahun berturut-turut tidak melaporkan diri sehingga status WNI tanggal, kemudian menjadi WNA, boleh menjadi WNI lagi kalau mereka berkeinginan untuk itu. Waktu yang  diberikan untuk menimbang- nimbang adalah 3 tahun terhitung sejak UU tersebut diundangkan.
42 juta warga dunia hidup sebagai pengungsi. Menurut statistik yang diluncurkan UNHCR untuk tahun 2008, hampir dua per tiga di antaranya terpaksa mengungsi di negaranya sendiri. Sisanya, yaitu sekitar 10,5 juta orang, mencari suaka di negara lain. Dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini memang menyusut satu juta orang. Tapi, laporan UNHCR hanya fokus pada data tahun 2008. Sejak itu, sejumlah peristiwa memicu gelombang pengungsi massal, demikian dikatakan komisaris urusan pengungsi PBB Antonio Guterres. Ia menambahkan, Hari Pengungsi Sedunia secara khusus menyoroti nasib dan kisah hidup mereka yang terpaksa melarikan diri. 80 persen dari para pengungsi ditampung di negara berkembang. Di antara mereka banyak yang tetap tinggal di sana, tanpa peluang untuk kembali pulang. Hampir enam juta orang sudah hidup lima tahun lebih di pengungsian. Menurut statistik tahun 2008, pengungsi terbanyak adalah warga Afghanistan, diikuti oleh warga Irak. 45 persen dari seluruh pengungsi yang ditangani UNHCR berasal dari kedua negara itu. Sementara negara yang paling banyak menerima pengungsi adalah Pakistan dengan 1,8 juta orang, Suriah menerima 1,1 juta jiwa, disusul Iran yang menjadi tuan rumah bagi satu juta pengungsi. Situasi sangat mengenaskan misalnya dialami warga yang terusir di Kolumbia. Hampir tiga juta orang di sana terpaksa menjadi pengungsi di negaranya sendiri. Sementara di kawasan krisis Darfur, dua juta orang terusir dan terpaksa mengungsi. Pada tahun 2012 sendiri, sekitar 7,6 juta orang menjadi berada dalam situasi displaced, 1,1 juta diantara mereka adalah pengungsi dan 6,5 juta diantaranya adalah pengungsi internal. Hal ini dapat diterjemahkan menjadi: dalam setiap 4,1 detik, satu orang akan menjadi pengungsi atau pengungsi internal.
Terlihat pula dalam laporan tersebut, adanya celah besar yang berkelanjutan, antara jumlah negara kaya dan miskin, yang memberikan suaka bagi pengungsi (hosting country). Separuh dari sejumlah 10,5 juta pengungsi yang berada dibawah mandat UNHCR (terlepas dari 4,9 juta pengungsi Palestina, yang berada dibawah mandat agensi- saudara kami, UN Relief and Works Agency/ UNRWA), berada di negara – negara pemberi suaka, yang memiliki pendapatan GDP per kapita dibawah US$5,000. Kesimpulannya, negara berkembanglah yang menjadi hosting country atau negara suaka bagi 81% pengungsi di dunia, sebuah peningkatan dari 70% sepuluh tahun yang lalu. Empat puluh enam persen dari jumlah seluruh pengungsi tergolong sebagai anak – anak berusia dibawah 18 tahun. Selain itu, sebanyak 21,300 permohonan permintaan suaka yang tercatat selama tahun 2012, diajukan oleh anak – anak tanpa pendampingan atau yang terpisah dari orang tua mereka (unaccompanied minor). Ini adalah angka anak – anak tanpa pendampingan, atau yang terpisah dari orang tua tertinggi yang pernah dicatat UNHCR.
Miall et. al. (2000) mengklasifikasikan penyebab konflik berdasarkan tingkat terjadinya. Di tingkat global terdapat dua penyebab utama terjadinya konflik, yaitu berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan pergolakan di Afrika, negara Balkan, dan wilayah lain bekas Uni Soviet; dan lebih sistemik yakni ketimpangan secara sosial dan ekonomi secara global, konsumsi energi besar-besaran hasil alam negara berkembang oleh negara maju namun populasi tumbuh pesat di negara berkembang sehingga mempersulit perbaikan kualitas manusia melalui pertumbuhan ekonomi, dan militerisasi hubungan keamanan termasuk proliferasi senjata yang mematikan. Di tingkat regional umumnya disebabkan pola kewilayahan yang secara sosial dan demografis saling berbatasan. Diawali instabilitas politik suatu negara akibat konflik internal yang berakibat eksternal seperti penyebaran senjata, kejatuhan ekonomi regional, migrasi ke negara tetangga yang lebih aman dan serumpun. Ditingkat negara, konflik diklasifikan lagi dalam 3 bidang, yaitu sosial, seperti perpecahan budaya dan dominasi etnis tertentu; bidang ekonomi, akibat kurangnya sumber daya dan kemiskinan; dan politik, karena adanya pemerintah partisan maupun rezim yang tidak sah. Kemudian pada level kelompok partai konflik terjadi akibat gesekan kepentingan antarkelompok yang ada. Dan pada level individu/elit dipicu oleh kebijakan pengecualian, kepentingan golongan, dan ketamakan pemimpinnya (Miall, et. al, 2000:78-90). Pada intinya konflik dipicu oleh tiga faktor utama, pemimpin yang tidak bertanggung jawab diperkuat oleh persaingan elit politik, permasalahan kelompok sejak masa sebelumnya, dan permasalahan ekonomi (Miall, et. al, 2000:91). Konflik etnis yang disebabkan tidak maunya pemerintah Burma mengakui orang-orang Rohingya sebagai warga negara, jelas ini adalah tindakan yang diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip pluralisme, sekalipun memang benar kenyataan bahwa Etnis Rohingya baru ada tahun 1950?an tidak lantas membuat mereka dipinggirkan, apalagi kalau keturunan mereka sudah beberapa generasi.Yang menjadi pertanyaan, kenapa Burma dan Bangladesh tidak mau menerima etnis Rohingya? Seharusnya pihak Rohingya juga introspeksi diri kenapa ada 2 negara yang tidak mau mengakui mereka.
Adaptasi antar etnik sangat penting dalam masyarakat, karena untuk memahami kebudayaan orang lain dan memperkenalkan kebudayaan sendiri pada orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda, merupakan hal yang tidak mudah, untuk itu diperlukan suatu penyesuaian agar dapat menerima kekurangan dan kelebihan dari kebudayaan etnik lain. Adaptasi sosial budaya antar etnik bertujuan untuk mencegah timbulnya, disentegrasi, konflik sosial, diskriminasi, prasangka, kecemburuan sosial dan masalah-masalah sosial lainnya dalam masyarakat sehingga tidak terjadi kesenjangan antar etnik, sekaligus keanekaragaman dapat dijadikan sebagai kelebihan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Diaspora merupakan istilah yang digunakan para ahli untuk menyebutkan sebuah fenomena dimana rakyat dari negara tertentu atau etnis tertentu melakukan imigrasi besar-besaran dan menyebar keseluruh dunia. Setiap tahun di Indonesia, sering kita jumpai berita adanya imigran gelap yang tertangkap, asal mereka dari daerah-daerah konflik seperti  libanon atau palestina. Mereka ini tidak termasuk fenomena diaspora. Yang mengagumkan dari fenomena diaspora adalah bahwa para imigran yang tersebar bukan lah imigran sembarangan. Melainkan orang-orang yang ber’otak’.  Karena itu fenomena ini disebut juga ‘brain drain’. Mereka pergi dari wilayah asalnya karena terpaksa, mungkin karena desakan ekonomi, konflik, dll. Akan tetapi di negara tumpangannya, mereka bukan hanya sekedar lontang-lantung tanpa tujuan. Mereka memiliki visi jauh kedepan serta memiliki nasionalisme yang luar biasa. Di negara yang mereka tumpangi, para imigran ini nantinya membangun kehidupan baru, kemudian membentuk sebuah jaringan masyarakat ras mereka sendiri. Jaringan-jaringan ini kemudian menjadi kuat dan tentu saja mempengaruhi  kebijakan pemerintahan negara yang ditumpanginya.
Contoh fenomena diaspora adalah Yahudi yang mana akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karena tindakan negara yahudi; Israel, yang menggempur palestina. Amerika, meskipun mengecam tindakan Israel, dalam beberapa kasus jelas-jelas membantu usaha Israel mendirikan negara diatas tanah palestina. Sebelum berspekulasi lebih jauh, lihatlah dulu kesuksesan diaspora yang dilakukan yahudi. Saya pribadi melihat sejarah yahudi hanya sampai kemurtadtannya pada ajaran musa. Mereka hidup di suatu wilayah ketika musa menyelamatkan mereka dari kekejaman Firaun di mesir.  Sepeninggalan musa tak ada catatan berarti, yang jelas keturunan yahudi menyebar ke berbagai penjuru dunia. Baru pada 1948 muncul Israel sebagai negara yahudi. Pendirian Israel, diprakarsai oleh sebuah organisasi persaudaraan Yahudi yang dinamakan Zionis. Zionis merupakan hasil nyata dari fenomena diaspora yahudi, menurut saya. Di Amerika misalnya, para jewish atau imigran atau keturunan yahudi ini memulai kehidupannya selama bertahun-tahun, kemudian menyusun suatu jaringan kekuatan politik, yang tentunya mampu mempengaruhi  kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika.  Di parlemen AS sendiri, jumlah dewan yang berdarah yahudi sama banyaknya dengan jumlah dewan non yahudi. Dengan nasionalisme yahudi mereka yang tinggi,, maka jika suatu ketika Amerika melakukan suatu kebijakan yang pro-israel, bisa disimpulkan ada otak-otak jaringan politik yahudi dibelakangnya.

No comments :

Post a Comment