ART IS MY LIFE

Selamat Datang di blog Fifi Neko Kawaii ^^

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM SD

No comments








 MODEL-MODEL PENGEMBANGAN
KURIKULUM SD

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum
 
Kelompok 3:
Qhoziah Alfiyatun                 (130611100102)
Hikmatul Laila Rohmayati     (130611100114)
Dinatul Ilmiah                         (130611100125)
Muhammad Mustaqim Amin (130611100127)
Siti Nuraini                              (130611100130)
                                                                                                                       

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
AKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengembangan Kurikulum kami yang berjudul MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari dukungan orang tua, teman-teman serta bapak Mujtahidin sebagai dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Kurikulum. Maka dari itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami sebagai penyusun senantiasa mengharap dan menerima kritik serta saran yang membangun sebagai bahan evaluasi bagi kelompok kami untuk menciptakan makalah yang lebih baik kedepannya.

 

 



Bangkalan, 15 September 2015
Penulis,
 
 

 



DAFTAR ISI


Halaman Judul ............................................................................................... .......i
Kata Pengantar .....................................................................................................ii
Daftar Isi ........................................................................................................ ..... iii
1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................ ........................ ........................ ..................1
1.2  Rumusan Masalah........................ ........................ ......................................2
1.3  Tujuan...........................................................................................................2
1.4  Manfaat.........................................................................................................2
2. PEMBAHASAN
2.1  Model Pengembangan Kurikulum Pengembangan Diri...............................3
2.2  Model Pengembangan Kurikulum Life Skills...............................................6
2.3  Model Pengembangan Kurikulum Soft Skills.............................................15
3. PENUTUP
3.1  Simpulan.......................................................................................................24
3.2  Saran........................................................... .................................................24

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….............................. 25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pengembangan kurikulum berkaitan erat dengan aspek-aspek yang mempengaruhinya, seperti sistem nilai, cara berpikir, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat, proses pengembangan maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses system perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternative yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan social. Oleh karena itu pengemangan kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori yang tepat agar kurukulum yang dihasilkan bisa efektif.
Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik bisa diwujudkan. Sehubungan dengan hal tersebut, makalah ini akan diuraikan berbagai model pengembangan kurikulum.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana model pengembangan kurikulum Pengembangan Diri?
b.      Bagaimana model pengembangan kurikulum Life Skill?
c.       Bagaimana model pengembangan kurikulum Soft Skill?


1.3  Tujuan
a.       Untuk memahami dan mendeskripsikan gambaran dari model pengembangan kurikulum Pengembangan Diri.
b.      Untuk memahami dan mendeskripsikan gambaran dari model pengembangan kurikulum Life Skill.
c.       Untuk memahami dan mendeskripsikan gambaran dari model pengembangan kurikulum Soft Skill.

1.4  Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari membaca makalah ini adalah:
a.       Dapat menambah wawasan pembaca mengenai model pengembangan kurikulum model Pengembangan Diri, Life Skill dan Soft Skill.
b.      Dapat memberi gambaran dan penjelasan kepada pembaca, mengenai gambaran umum tentang model pengembangan kurikulum model Pengembangan Diri, Life Skill dan Soft Skill.
c.       Dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan kurikulum di Sekolah Dasar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Model Pengembangan Kurikulum Pengembangan Diri
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dinyatakan bahwa, pengembangan diri merupakan salah satu komponen struktur kurikulum setiap satuan pendidikan. Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dimana kegiatan ini sebagai bagian dari integral dari kurikulum suatu sekolah atau madrasah.
Tujuan umum pengembangan diri adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Sedangkan tujuan khusus pengembangan diri adalah menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial dan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan. Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor dan kegiatan ekstrakurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Bagi sekolah yang sudah memiliki guru bimbingan dan konselor (BK), kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan oleh guru BK, tetapi bagi sekolah yang belum memiliki guru BK (Terutama Di Sekolah Dasar) dapat dilakukan oleh wali kelas, guru mata pelajaran agama, guru kesenian atau guru lain yang sesuai. Selain itu, pengembangan diri dapat dilakukan dengan model diskusi, bermain peran, tanya jawab, pemecah masalah, dan metode lain yang sesuai. Adapun pelaksanaannya bisa dilakukan di kelas, bahkan di luar kelas.
Jadi, dari penjelasan sebelumnya, dapat diketahui ada dua kegiatan dalam komponen pengembangan diri yaitu kegiatan ektrakurikuler dan kegiatan pelayanan konseling.
 Bentuk-bentuk pelaksanaan pengembangan diri, diantaranya:
1)   Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual maupun kelompok melalui penyelenggaraan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung konseling serta kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:
1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: 
a. Kehidupan pribadi
b. Kemampuan sosial                                            
c. Kemampuan belajar
d.Wawasan dan perencanaan karir


2. Ekstrakurikuler,  antara lain kegiatan:
a. Kepramukaan, latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS), palang merah remaja (PMR), pasukan pengibar bendera (PASKIBRA).
b.  Kegiatan ilmiah remaja (KIR)
c.  Seni  dan budaya, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan
d.  Seminar, lokakarya, pameran/bazar
2)   Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh peserta didik serta pelaksanaannya dilakukan secara :
a.       Rutin, dimana kegiatan yang dilakukan secara terjadwal dan terus-menerus, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b.      Spontan, dimana kegiatan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi pertengkaran.
c.       Keteladanan, dimana kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan teladan, seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, datang tepat waktu dan kegiatan lainnya yang patut diteladani.
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak direncanakan secara tersendiri melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler, tetapi bisa merupakan program sekolah dan dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan pembiasaan. Kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan sekolah baik kegiatan yang bersifat kelompok maupun kegiatan mandiri, misalnya seorang peserta didik yang diberi tugas untuk mengunjungi nara sumber atau suatu tempat guna kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri. Pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat) maupun non tes (skala sikap, observasi, wawancara).

2.2.Model Pengembangan Kurikulum Life Skills
1.      Konsep dasar kurikulum life skills
Dalam pandangan Slamet PH (2002), kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Sedangkan Broling (1989) mengemukakan bahwa “life skills” merupakan interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Menurut Kent Davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memlihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindugi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Menurut masitoh dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Studi Implementasi Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) Pada Jenjang Sekolah Dasar” mengatakan bahwa Keterampilan atau kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, dan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi pemecahan sehingga mampu mengatasi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Keterampilan hidup bukan sekedar keterampilan manual dan bukan pula keterampilan untuk bekerja.
Jadi, Life Skills merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja dan memiliki karakter, etika untuk terjun ke dunia kerja.
Ciri pembelajaran life skills sebagai berikut:
a.       Terjadi proses kebutuhan belajar dan penyadaran untuk belajar bersama.
b.      Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri , belajar, usaha mandiri, dan usaha bersama.
c.       Terjadi proses penguasaan personal, sosial, akademik, dan kewirausahaan.
d.      Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar.
e.       Terjadi proses interaksi saling belajar.
f.       Terjadi proses penilaian kompetensi.
g.      Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.

Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum yangada, akan tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada agar benar-benar dapat merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Jadi pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan antara kurikulum yang ada terhadap tuntutan kehidupan nyata.
Pada dasarnya life skills membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menyadari dan menyusun potensi diri untuk dikembangkan dan memecahkannya secara kreatif.



2.      Macam-macam life skills
Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis kecakapan utama yaitu:
a.       Kecakapan hidup generik
1)      Kecakapan personal
Kecakapan kesadaran diri yang melekat pada setiap diri manusia pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri sering kali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang perlu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.
Contoh kecakapan personal yaitu, guru menanamkan karakter / sikap jujur, bekerja keras, disiplin, terpercaya, toleran terhadap sesama, suka menolong serta memelihara lingkungan terhadap siswa-siswa SD di setiap mata pelajarannya. Contoh lain, dalam mata pelajaran Pendidikan Agama, siswa diajarkan untuk bersikap jujur, karena telah dijelaskan oleh guru, jika tidak jujur maka Tuhan akan melihat tindakan kita dan Tuhan akan marah. Dengan begitu, siswa yang bersikap jujur telah memiliki kecakapan personal.
2)      Kecakapan berfikir rasional
Kecakapan berfikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio secara optimal. Kecakapan berfikir mencakup: kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decision making skills), dan kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skills).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi: Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan keterampilan dasar seperti membaca, menghitung, dan melakukan observasi. Contoh: Siswa dalam mata pelajaran IPA melakukan observasi melalui pengamatan pertumbuhan biji kecambah. Siswa menghitung tinggi pertumbuhan kecambah 3 hari sekali dalam 1 minggu.
Kecakapan mengolah informasi: Untuk memiliki kecakapan mengolah informasi ini diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi sampai membuat analisis sesuai informasi yang diperoleh. Contoh: Setelah mengumpulkan data atau informasi mengenai tinggi pertumbuhan kecambah setiap 3 hari sekali dalam 1 minggu, siswa kemudian mengolah data hasil percobaan tersebut dengan membandingkan morfologi kecambah dari hari ke 1-3 dengan hari ke 4-5.
Kecakapan mengambil keputusan: Siswa perlu belajar mengambil keputusan dan menangani resiko dari pengambilan keputusan tersebut. Contoh: Setelah mengolah data hasil percobaan dan membandingkan percobaan morfologi kecambah dari hari ke 1-3 dengan hari ke 4-5, siswa mampu mengambil keputusan dari hasil percobaan dan apakah ada perbandingan antara keduanya.
Kecakapan memecahkan masalah: Selanjutnya untuk memecahkan masalah ini dituntut kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem dan sebagainya. Karena itu pola-pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Contoh: Setelah siswa mengambil keputusan dari hasil percobaan, siswa mengidentifikasi apakah ada masalah atau kesenjangan dari hasil percobaan dan perbandingan tersebut. Jika ada, siswa mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam hasil percobaan yang dilakukan dengan berfikir secara rasional dan logis.
3)      Kecakapan sosial
Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personal (inter-personal skill) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill) dan kecakapan bekerja sama (collaboration skill)
Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi pesannya sampai dan disertai dengan kesan baik yang menumbuhkan hubungan harmonis.
Komunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai.
Kecakapan menyampaikan gagasan dengan empati, akan membuat orang menyampaikan gagasan dengan jelas dan menggunakan kata-kata santun, sehingga pesan tersampaikan dan akhirnya lawan bicaranya merasa dihargai.
Contoh kecakapan berkomunikasi: Seorang siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik, sehingga di sekolah ketika ada acara sekolah siswa ditunjuk guru untuk menjadi mc acara tersebut.
Kecakapan bekerja sama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena manusia sebagai makhluk sosial akan selalu bekerja sama dengan manusia lain, tentunya disertai dengan saling pengertian, menghargai, dan membantu sehingga dapat membangun semangat komunitas yang harmonis.
Contoh kecakapan bekerja sama: Setiap siswa dalam kelompok drama mampu bekerja sama dengan anggotanya sesuai dengan perannya dalam melakukan latihan drama agar mencapai hasil pementasan drama yang diinginkan nantinya.
Kecakapan hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut (learning hoe to learn) dan bersifat transferable, sehingga memungkinkan digunakan untuk mempelajari kecakapan-kecakapan lainnya. Oleh karena itu beberapa ahli  menyebutnya sebagai kecakapan dasar dalam belajar (basic learning skill).

b.      Kecakapan Hidup Spesifik
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skill/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu. Untuk mengatasi problema “mobil yang mogok” tetntu diperlukan kecakapan khusus tentang mesin mobil.
Kecakapan hidup spesifik biasanya terkait dengan bidang pekerjaan (occupational), atau bidang kejuruan (vocational) yang ditekuni atau akan dimasuki. Kecakapan hidup spesifik disebut juga dengan kompetensi teknis (technical competencies) yang sangat bervariasi, tergantung kepada bidang kejuruan dan pekerjaan yang akan ditekuni. Namun demikian masih ada, kecakapan yang bersifat umum, yaitu bersikap dan berlaku produktif (to be a productive people). Artinya, apapun bidang kejuruan atau pekerjaan yang dipelajari, bersikap dan berprilaku produktif harus dikembangkan. Pendididkan kecakapan hidup yang bersifat spesifik juga dapat dipilih menjadi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocatioanal skill).
a)      Kecakapan Akademik
Kecakapan akademik (academic skill/AS) disebut kecakapan intelektual atau kemampuan berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir pada GLS. Kecakapan akademik sudah lebih mengarah pada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani lebih memerlukan kecakapan berfikir ilmiah.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).
Kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berfikir. Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA dan program akademik di universitas. Contoh: siswa diminta untuk melakukan sebuah penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk di desanya masing-masing dari tahun 2010 hingga tahun 2015. Contoh lain diadakannya ekstrakurikuler karya tulis ilmiah remaja di sekolah.
b)      Kecakapan vokasional
Kecakapan vokasional (vocational skill/VS) sering disebut dengan“ kecakapan kejujuran”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi sisiwa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor daripada kecakapan berfikir ilmiah.kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa SMK, kursus ketrampilan atau program diploma.
Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu : kecakapan vokasional dasar (basic vocasional skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill). Kecakapan dasar vokasional mencakup anatara lain melakukan gerakan dasar, menggunakan alat sederhana yang diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual dan kecakapan membaca gambar sederhana. Contoh, dalam mata pelajaran SBK, siswa ditanamkan pendidikan kecakapan vokasional dasar, yakni guru mendidik dan melatih siswa membuat bros atau kerajinan tangan (hand craft), yang dapat membekali siswa dengan keterampilan-keterampilan tersebut hingga kelak akan bermanfaat bagi kewirausahaan siswa itu sendiri.
Kecakapan vokasional khusus, hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai seperti men-servis mobil bagi yang menekuni pekerjaan di bidang otomotif, meracik bumbu bagi yang menekuni pekerjaan dibidang tata boga, dan sebagainya. Namun demikian, sebenarnya terdapat satu prinsip dasar dalam kecakapan vokasional, yaitu menghasilkan barang atau jasa. Contohnya, dalam suatu sekolah membentuk mata pelajaran khusus yaitu mata pelajaran elektronika untuk membekali siswa yang ingin menekuni bidang elektronik. Membentuk mata pelajaran tata busana untuk siswa yang ingin memiliki skill dibidang menjahit. Membentuk mata pelajaran otomotif untuk siswa yang ingin menekuni bidang otomotif, dan sebagainya.

3.      Implementasi life skill dalam kurikulum
Implementasi pendidikan kecakapan hidup dapat mempertimbangkan beberapa model, anatara lain: 1) model integratif, 2) model komplementatif, 3) model diskrit (Djoko 2002). Dalam model integratif, implementatif pendidikan kecakapan hidup melekat dan terpadu dalam program-program kurikuler, kurikulum yang ada, dan mata pelajaran yang ada. Model ini memerlukan kesiapan dan kemampuan tinggi dari sekolah, kepala sekolah, dan guru mata pelajaran. Keuntungannya, model ini relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal, dan tidak menambah beban sekolah terutama kepala sekolah, guru dan peserta didik. Contohnya, dalam suatu sekolah sudah ada mata pelajaran IPA, untuk memberikan pendidikan kecakapan hidup pada siswa, guru cukup mengintegrasikan pendidikan kecakapan hidup tersebut dalam mata pelajaran IPA, misal dalam praktikum IPA tentang factor yang mempengaruhi pertumbuhan kecambah, disitu guru menanamkan kecakapan generik yaitu kecakapan berpikir rasional. contoh lain jika pendidikan kecakapan hidup diintegrasikan dengan ekstrakurikuler di sekolah yang sudah ada, misalkan ekstrakurikuler tari. Siswa dapat dididik dengan pendidikan kecakapan hidup kecakapan sosial di mana dalam kecakapan sosial siswa dididik untuk berkomunikasi dan bekerja sama dalam tim dengan saling pengertian, perhatian, menghargai dan saling membantu.
Dalam model komplementatif, implementasi pendidikan kecakapan hidup dimasukan dan ditambahkan kedalam program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada bukan mata pelajaran. Model ini membutuhkan waktu tersendiri, guru tersendiri dibidang kecakapan hidup, dan ongkos yang relatif  besar. Penggunaan model ini dapat menambah beban tugas siswa dan guru selain beban finansial sekolah. Model ini dapat digunakan secara optimal dan intensif untuk membentuk kecakapan hidup pada peserta didik. Contohnya, di sekolah yang terletak disuatu desa yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian  petani kebun karena letaknya di pegunungan, dalam sekolah itu dibentuk suatu mata pelajaran khusus yaitu Pendidikan Pertanian dan Perkebunan (PPP). PPP dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri dan mata pelajaran tersebut dapat dimasukkan dalam mata pelajaran muatan lokal, sehingga  sejajar dengan mata pelajaran (misal) Bahasa Jawa dan TIK yang juga termasuk dalam mata pelajaran muatan lokal.
Dalam model diskrit, implementasi pendidikan kecakapan hidup dipisahkan dan dilepaskan dari program-program kurikuler, kurikulum reguler, dan mata pelajaran (pembelajaran kurikuler). Pelaksanaanya dapat berupa pengembangan program kecakapan hidup yang dikemas dan disajikan secara khusus kepada peserta didik. Model ini membutuhkan persiapan yang matang, ongkos yang relatif besar, dan kesiapan sekolah yang baik. Model ini, memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan. Model ini, dapat digunakan membentuk kecakapan hidup peserta didik secara komprehensif dan leluasa. Contohnya dalam suatu sekolah, pendidikan kecakapan hidup dijadikan sebuah ekstrakurikuler, misalkan dibentuknya ekstrakurikuler BT (Bercocok Tanam) untuk mendidik dan melatih siswa dalam bidang pertanian, membentuk ekstrakurikuler Otomotif, untuk membekali siswa yang suka belajar otomotif, membentuk ekstakurikuler basket, untuk membentuk siswa menjadi atlet basket, membentuk ekstrakurikuler piano, untuk membentuk siswa yang gemar dalam bermain piano menjadi seorang pianist.

2.3.Model Pengembangan Kurikulum Soft Skills
Istilah soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan EQ (Emotional Intelegence Quotient), kumpulan karakter kepribadian, rahmat sosial,  komunikasi,bahasa,kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft melengkapi ketrampilam ketrampilan keras / hard(bagian dari seseorang IQ), yang merupakan persyaratan pekerjaan dan banyak kegiatan lain. Seseorang yang memiliki EQ ketrampilan (soft skill) merupakan bagian penting dari kontribusi masing- masing untuk keberhasilan suatu organisasi, komunitas atau dalam pergaulan. Terutama yang berhubungan dengan saling berkorelasi di dalam tata pergaulan di sekolahnya yang face-to-face umumnya lebih berhasil ketika mereka melatih siswa mereka untuk menggunakan keterampilan ini. Istilah soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan bahasa, kebiasaan pribadi dan,pada akhirnya nilai-nilai dan sikap.
Tujuan utama diterapkannya model pengembangan kurikulum Soft Skill adalah sebagai pembinaan mentalitas yakni personal dan interpersonal skill). Untuk menerapkan model pengembangan Soft Skill diperlukan memahami terlebih dahulu aspek-aspek Soft Skill yang perlu dikembangkan pada siswa. Menurut Sharma (2009) dalam artikel karangan I Made Supartha, dkk dalam judulnya “Konsep Pengembangan Panduan Evaluasi Pengembangan Soft Skills Mahasiswa Melalui Proses Pembelajaran di Universitas Udayana” mengatakan bahwa soft skills adalah seluruh aspek dari generic skills yang juga termasuk elemen-elemen kognitif yang berhubungan dengan non-academic skills. Terdapat juga menurut Cerika Rismayanthi dalam judulnya “Pengembangan Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Melalui Lesson Study Berbasis Soft Skill Pada Siswa SMU/SMK” mengatakan bahwa soft skills merupakan sifat kepribadian yang menjadi kunci meraih kesuksesan dan berfungsi untuk meningkatkan efektifitas dalam bekerja.
Soft skills dapat dipergunakan dan dibutuhkan dalam berbagai bidang pekerjaan (transferable skills), sedangkan hard skills atau technical skills hanya dibutuhkan pada satu tempat atau bidang bekerja/industry sesuai dengan keilmuan yang dimiliki. Contohnya dalam siswa yaitu pada permainan alat musik angklung. Hard skill dalam permainan alat musik ini adalah keterampilan dalam bermain angklung. Sedangkan Soft Skillnya yaitu kekompakan dan kerja sama memainkan alat musik angklung.
Kecerdasan emosional yang diharapkan dimiliki peserta didik, dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran. Pada KTSP berbagai mata pelajaran diintegrasikan dalam satu tema yang dikenal dengan tematik.Selain itu peserta didik dapat mengembangkan dirinya melalui pengembangan diri yang sudah dituangkan dalam KTSP. Jadi soft skiill, hard skills, dan life skills dapat dikembangkan melalui kurikulum KTSP. Pertanyaannya adalah apakah guru sudah benar-benar memahami soft skill dan dapat melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan ketiga hal tersebut.













 























2.3.1.      Atribut Soft Skills
            Model pengembangan kurikulum Soft Skill terdiri dari Personal Skills dan Interpersonal Skills. Personal Skills merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi lebih baik. Ini lebih mengarah pada self develompment yang meliputi: personal time management, problem solving skills, research skills, kreativitas, learning capability, team thinks, cooperation, discipline, good attitude, goodwill, optimism, sociability, dan stability.
            Selanjutnya Interpersonal Skills merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, baik orang lain secara individu (one to one) atau sebagai audiens (one to many), yang meliputi: participation in a team, ability to teach, service, leading a team, negotiation, unite a team amdist cultural differences, motivation, decision-making skills, problem solving skills, etiquette.
            Patrick O’Brien mengemukakan atribut Soft Skill yang lebih sederhana dalam berbagai Soft Skill penting digolongkan ke dalam 7 area yang disebut winning characteristics, yang dalam akronim COLLAGE, meliputi: Communication Skills, Organizations Skills, Leadership, Logic, Effort, Group Skills, Ethis.

2.3.2.      Penerapan Soft Skills di Sekolah
a.         Identifikasi Atribut Soft Skill
Atribut Soft Skill yang perlu dibekalkan pada kompetensi lulusan SD adalah sebagai berikut:
1)      Berkomunikasi tertulis dan lisan
2)      Bekerja mandiri
3)      Berpikir logis
4)      Bekerja dalam tim
5)      Berpikir analitis
b.      Mengembangkan Topik Materi
Materi-materi Soft Skill yang patut dipetimbangkan sesuai dengan kompetensi lulusan SD yakni sebagai berikut:
1)      Pengenalan Soft Skills
2)      Membangun visi dan komitmen
3)      Membentuk nilai-nilai pribadi
4)      Membangun hubungan
5)      Mengenali pemegang otoritas
6)      Mengakui konstribusi individu
7)      Menyelesaikan masalah
8)      Menyelesaikan konflik
9)      Mengambil inisiatif
10)  Membuat prioritas tugas
11)  Bekerja dengan dan di dalam tim
12)  Pengelolaan emosi diri dan stress
13)  Komunikasi lisan dan tulisan
14)  Manajemen waktu
c.       Contoh Strategi Penerapan Soft Skill di SD
Penerapan Softskill, kegiatannya harus terdistribusi dari kelas 1 hingga kelas 6. Kelas 1 diperlukan adanya pembangunan visi dan komitmen, pembentukan nilai-nilai pribadi, komnikasi lisan dan tertulis, karena pada tingkat ini, kondisi siswanya masih berada pada taraf adaptasi dari suasana bermain ke suasana belajar. Kelas 2 sampai kelas 4 siswa diharapkan telah mempunyai motivasi, mampu mengatasi stress dan mampu bekerja dalam tim, sehingga perlu dilakukan pembinaan yang mengarah pada berpikir kritis, peningkatan kreativitas, dan kemampuan berpendapat. Sedangkan pada kelas 5 dan 6, siswa memerlukan kondisi yang mendukung dan mempengaruhi keberhasilan studi, seperti kemampuan untuk giat dalam belajar, mampu menangani stress, mampu mengelolah diri, menyelesaikan persoalan, bekerja sama dan memiliki kemampuan adversity (tantangan semakin berat).
d.      Penerapan Soft Skill melalui proses pembelajaran (Intrakulikuler)
Pengembangan Soft Skill melalui kegiatan intrakulikuler dapat dilakukan dengan cara kurikulum terintegrasi dan hidden kurikulum. Kurikulum terintegrasi diakukan oleh guru secara terprogram dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran mata pelajaran yang bersangkutan. Guru menetapkan atribut Soft Skill yang akan dikembangkan lalu dituangkan dalam perencanaan pembelajaran kemudian diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Jika melalui hidden kurikulum dapat dilakukan sebagai selingan atau disisipkan di awal pembelajaran. Dalam hidden kurikulum pemberian materi soft skill hanya sebagai upaya lebih yang dilakukan oleh guru untuk memberikan kompetensi tambahan pada siswanya.
e.       Penerapan Soft Skill Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
Pengembangan Soft Skill melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui 4 bidang: penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, peningkatan kesejahteraan, dan bakti sosial siswa. Pengembangan Soft Skils di luar kelas bisa dilakukan dengan menciptakan suasana akademis yang kondusif. Beberapa progam yang bisa dicoba misalnya termasuk berbagai perlombaan yang bersifat kompetitif baik siswa maupun guru.
f.       Penerapan Soft Skill Melalui Pembiasaan
Penerapan soft Skill melalui pembiasaan adalah pengembangan soft skill oleh setiap orang sebagai civitas akademik dalam kehidupan kesehariannya di SD. Seperti dalam pembelajaran, rapat, pertemuan ilmiah, di kantin, di perpustakaan, di masyarakat, dan berbagai aktivitas lainnya. Sasaran utama dari pelaksanaan pengembangan soft skill melalui pembiasaan adalah menciptakan iklim / atmosfer di lingkungan SD.
Dengan harapan seluruh civitas SD harus bergerak bekerja sama dan saling mendukung pengembangan untuk menciptakan soft skill yang baik demi terciptanya lingkungan akademis yang harmonis. Upaya yang dapat dilakukan melalui sosialisasi pesan singkat (baliho atau poster) untuk menyemangati civitas SD mengembangkan soft skill-nya, dan pesan soft skill ini dapat dipasang di tempat-tempat strategis dengan isi pesan disesuaikan dengan tempat atau komunitas yang menjadi sasaran.

2.3.3.      Langkah Oprasional Penerapan Soft Skills
a.       Guru
§  Guru menjadi role model siswa dalam mengimplementasikan soft skills.
§  Guru dapat mengembangkan soft skills melalui membaca buku-buku tentang perilaku, personiliti, leadrship, komunikasi, intra dan interpersonal skills lainnya.
§  Guru mengimplementasikan intra dan interpersonal skills dalam kesehariannya, baik yang berhubungan dengan teman sejawat maupun dengan siswa dan pegawai administrasi.
§  Guru menyisipkan pengembangan soft skills melalui proses pembelajaran di masing-masing mata pembelajaran yang diampu.
§  Guru terlibat dalam kegiatan kesiswaan sebagai fasilatator dan motivator.
§  Guru memberikan contoh dan pengembangan kebiasaan (pembiasaan), seperti smiling and greeting, suka menolong, suka memberikan maaf dan selalu mengucapkan terima kasih, baik dengan sesama guru maupun siswa dan pegawai.
Contohnya, di sekolah penerapan softskills itu dimulai dari guru, karena guru merupakan teladan bagi siswa-siswanya. Dalam keseharian guru menerapkan softskill baik kepada sesama guru, misalkan bertemu saling sapa dan mengucapkan salam, saling membantu dan menghargai rekan kerjanya. Kepada siswa misalnya guru mengajak siswa untuk bekerja sama membersihkan dan merapikan kelas, guru selalu mendengarkan dan menghargai pendapat siswanya. Guru selalu memotivasi dan membimbing siswanya dalam kegiatan pembelajaran, maupun dalam organisasi intra sekolah (OSIS). Guru selalu menanamkan pendidikan karakter kepada siswa di setiap mata pelajaran yang diajarkan, misalnya pelajaran SBK, guru mengajak siswa untuk bersabar, bekerja sama, dan berimajinasi. Dalam pelajaran agama, guru selalu memberikan nilai-nilai spiritual kepada siswa dengan cara menghafal surat-surat pendek, membiasakan sholat dzuhur berjamaah, membiasakan melakukan sesuatu dengan tangan kanan dan membaca basmalah. Dalam pelajaran Pkn guru mengajak siswa untuk saling toleransi dan menghargai teman dan orang disekitarnya, siswa diajak untuk membiasakan sikap tolong menolong, tanggung jawab, selalu memberi maaf dan berterima kasih. Guru juga menanamkan kebiasaan pada siswa untuk menjaga hubungan baik antar temannya, dan menjaga lingkungannya seperti membiasakan membuang sampah pada tempatnya.
b.      Siswa
§  Siswa senantiasa memahami bahwa pengembangan soft skills sangat diperlukan dalam membangun karakter lulusan dan berdampak pada kinerja dunia kerja.
§  Siswa ikut aktif dalam program-program pengembangan soft skills.
§  Siswa senantiasa mengintegrasikan program soft skills dalam kegiatan ekstrakurikuler.
§  Siswa melalukukan partisipasi aktif didalam proses pembelajaran, menerapkan bertanya, berdiskusi, berargumentasi adalah suatu keharusan dan menunjukan eksistensi diri.
§  Siswa menerapkan kebiasaan (pembiasan), yaitu selalu smiling and greeting, duduk didepan dalam pembelajaran, tidak malu bertanya, tertib, berpilaku baik, suka mengucapkan terima kasih, suka menolong, baik dengan sesama siswa maupun guru dan pegawai.
§  Siswa dapat mengembangkan diri dengan cara membaca buku-buku yang dapat membangun semangat, dan menimbulkan motivasi dalam kehidupan nyata.
 Contohnya, siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berani dan percaya diri untuk berpendapat. Saat temannya maju untuk membacakan puisi, siswa menghargai perfom temannya yang telah maju membacakan puisi, meskipun puisi yang dibawakannya kurang baik. Siswa mampu menerapkan softskill dalam kegiatan ekstrakurikuler sepak bola. Siswa mampu saling bekerja sama, saling tolong menolong dalam permainan sepak bola. Jika kalah, siswa mampu menerima kekalahan dengan lapang dada, siswa mampu mengintropeksi diri, dan siswa mampu mengakui kehebatan kemampuan lawannya, bukan malah emosi dan tawuran. Siswa dalam pembelajaran selalu berusaha duduk dibangku paling depan, tidak malu bertanya dan berpendapat, selalu berlaku sopan terhadap guru dan orang yang lebih tua. Selalu berusaha menjaga perasaan teman-temannya.
c.       Pegawai
§  Pegawai mengimplementasikan atribut soft skills, seperti memberikan pelayanan prima, disiplin dan fokus pada pekerjaan, etika, dan sopan santun dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
§  Pegawai menerapkan kebiasaan (pembeiasan), yaitu selalu smiling and greeting, tertib, perilaku baik, suka mengcapkan terima kasih, dan suka menolong, baik dengan sesama pegawai maupun dengan guru dan siswa.
§  Pegawai dapat mengembangkan diri dengan cara membaca buku-buku yang membangun semangat, dan menimbulkan motivasi dalam kehidupan nyata.
Contoh: pegawai TU di sekolah selalu mengimplementasikan softskills dalam menyelesaikan tugasnya, missal membuat RAPBS, pegawai membuatnya secara rinci, jujur, telaten, dan sabar. Pegawai juga berintraksi dengan guru dan siswa seperti mengucapkan salam/menyapa ketika bertemu, dan selalu tersenyum. Pegawai juga saling tolong menolong kepada guru, ketika guru meminta tolong untuk mengetikkan jadwal pelajaran kelas VI, atau jadwal piket, dll. Pegawai dengan tulus dan ikhlas bersedia untuk membantu guru tersebut mengetikkan jadwal pelajaran kelas VI SD.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model-model pengembangan kurikulum terdiri dari model Pengembangan Diri, model Life Skills, dan model Soft Skills. Model Pengembangan diri terdiri dari bentuk pengembangan diri secara terprogram dan pengembangan diri secara tidak terprogram. Model pengembangan kurikulum terdiri dari kecakapan hidup generik dan kecakapan hidup spesifik. Kecakapan hidup generic terdiri dari kecakapan personal, kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial. Sedangkan kecakapan hidup spesifik terdiri dari kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Selain itu, implementasi model pengembangan Life Skills terdiri dari model integratif, model komplementatif dan model diskrit. Model Soft Skills berkaitan dengan EQ (Emotional Question) atau kecerdasan emosional, berkaitan dengan keterampilan mentalitas, dan berupa kumpulan karakter kepribadian dan keyakinan. Dengan menerapkan ketiga                                        
3.2 Saran
Melalui makalah ini diharapkan agar kedepannya Pengembangan diri, Life Skills dan Soft Skill dapat diimplementasikan ke dalam kurikulum dengan baik sesuai dengan aturan yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Hatimah, Ihat, dkk. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Imam Mawardi. 2012. Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya Nilai-nilai Islami dalam Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 6 No. 2, Hlm. 216-219
Masitoh, Laksmi Dewi, dkk. 2009. Studi Implementasi Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) pada Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian. Vol. 10 No. 2, Hlm. 5-7
Mohamad Agung Rokhimawan. 2012. Pengembangan Soft Skill Guru dalam Pembelajaran Sains Sd/Mi Masa Depan yang Bervisi Karakter Bangsa.  Jurnal Al-Bidayah. Vol. 4 No. 1 Hlm. 51-59
Mujtahidin, Harun Al Rasyid. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bangkalan: UTM Press.


No comments :

Post a Comment